Ilustrasi: Audit Delay

Pengertian Auditing Menurut Hery (2017:10) menyebutkan bahwa: “Pengauditan (auditing) didefinisikan sebagai suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi (secara obyektif) bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan-tindakan kejadian ekonomi, dalam rangka menentukan tingkat kepatuhan antara asersi dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.”

Menurut Alvin A Arens, Mark S Beasley dan Randal J Elder yang dialih bahasakan oleh Amir A Jusuf (2012:4) menyebutkan bahwa:“Auditing adalah pengumpulan dan evaluasi bukti mengenai infomasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi tersebut dengan kreiteria yang telah ditetapkan. Audit harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.”

Menurut Sukrisno Agoes (2012:2) menyebutkan bahwa:“Auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen terhadap laporan keuangan yang disusun oleh manajemen beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.”

Berdasakan beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa auditing secara umum adalah suatu proses untuk mendapatkan berbagai bukti audit dan kemudian melakukan proses pemeriksaan terhadap berbagai bukti audit tersebut kemudian menginformasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

Jenis Audit
 
Menurut Sukrisno Agoes (2012:10) jenis auditing dapat dibedakan atas:

Ditinjau dari luasnya pemeriksaan, audit bisa dibedakan atas:
  1. Pemeriksaan Umum. Yaitu, suatu pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang dilakukan oleh KAP independen dengan tujuan untuk bisa memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.
  2. Pemeriksaan Khusus. Yaitu, suatu pemeriksaan terbatas (sesuai dengan permintaan audit) yang dilakukan oleh KAP yang independen dan pada akhir pemeriksaannya auditor tidak perlu memberikan pendapat terhadap kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.

Ditinjau dari jenis pemeriksaan, audit bisa dibedakan atas:
  1. Management Audite. Yaitu, suatu pemeriksaan terhadap kegiatan operasi suatu peusahaan termasuk kebijakan akuntansi dan kebijakan operasional yang telah ditentukan oleh manajemen, untuk mengetahui apakah kegiatan operasi tersebut sudah dilakukan secara efektif, efisien, dan ekonomis.
  2. Pemeriksaan Ketaatan. Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan sudah mentaati peraturan dan kebijakan-kebijakan yang berlaku, baik yang ditetapkan oleh pihak internal perusahaan (manajemen, dewan komisaris) maupun pihak eksternal perusahaan (Pemerintah, Bapepam-LK, Bank Indoensia, Direktorat Jendral Pajak, dan lain-lain)
  3. Pemeriksaan Internal. Permeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi, maupun ketaan terhadap kebijakan manajemen yang telah ditentukan.
  4. Computer Audite. Pemeriksaan oleh KAP terhadap perusahaan yang memproses data akuntansinya dengan menggunakan Electronic Data Processing (EDP) System.

Menurut Alvin A Arens, Mark S Beasley dan Randal J Elder yang dialih bahasakan oleh Amir A Jusuf (2012:6) jenis audit adalah sebagai berikut:
  1. Audit Laporan Keuangan. Audit yang berkaitan dengan kegiatan memperoleh data mengevaluasi bukti tentang laporan-laporan entitas dengan maksud agar dapat memberikan pendapat apakah laporan-laporan tersebut telah disajikan secara wajar sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, yaitu prinsip-prinsip Akuntansi yang berlaku umum (GAAP).
  2. Audit Kepatuhan. Audit yang berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan memeriksa bukti-bukti untuk menetapkan apakah kegiatan atau operasi suatu entitas telah sesuai dengen persyaratan, ketentuan, dan peraturann tertentu.
  3. Audit Operasional. Audit yang berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan mengevaluasi bukti-bukti tentang efisiensi dan efektivitas kegiatan operasi entitas dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan tertentu.

Definisi Keterlambatan Audit
Menurut Lawrence dan Briyan (1988) dalam Ani Yulianti (2011:25) keterlambatan audit adalah lamanya hari yang dibutuhkan auditor untuk menyelesaikan pekerjaan auditnya, yang diukur dari tanggal penutupan tahun buku hingga tanggal diterbitkannya laporan keuangan audit. keterlambatan audit atau dalam beberapa penelitian disebut sebagai audit reporting lag didefinisikan sebagai selisih waktu antara berakhirnya tahun fiskal dengan tanggal diterbitkannya laporan audit.

Menurut Subekti dan Widiyanti (2004:18) menyebutkan bahwa: “Audit repot lag merupakan nama lain dari keterlambatan audit. Keterlambatan audit adalah lamanya waktu penyelesaian audit yang dilakukan oleh auditor yang diukur dari perbedaan waktu antara tanggal laporan keuangan dengan tanggal opini audit dalam laporan keuangan.”

Menurut Ahmad dan Kamarudin (2003:7) menyebutkan bahwa, “keterlambatan audit adalah jumlah hari antara tanggal laporan keuangan audit dan tanggal laporan audit.”

Menurut Halim (2000:4) menyatakan bahwa, “Keterlambatan audit adalah lamanya waktu penyelesaian audit yang diukur dari tanggal penutupan buku hingga tanggal diterbitkannya laporan audit. Keterlambatan audit adalah rentang waktu yang diukur berdasarkan lamanya hari dalam menyelesaikan proses audit oleh auditor independen dari tanggal tutup buku pada tanggal 31 Desember sampai dengan tanggal yang tercantum dalam laporan auditor independen. Dalam penelitian ini menggunakan laporan keuangan yang memiliki tutup buku per 31 Desember sampai dengan diterbitkannya laporan audit.”

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa keterlambatan audit adalah lamanya waktu penyelesaian proses audit diukur dari tanggal penutupan tahun buku sampai diselesaikannya laporan auditan oleh auditor. Waktu penyelesaian dapat diukur dari jumlah hari. Jumlah hari tersebut dapat dihitung dari tanggal penutupan tahun buku perusahaan dikurangi tanggal penerbitan laporan auditan. Keterlambatan audit merupakan hal yang sangat penting bagi seorang investor yang akan menanamkan sahamnya pada perusahaan tertentu, hal ini berdampak pada kualitas suatu perusahaan.

Ketepatan waktu penyajian laporan keuangan merupakan syarat utama bagi peningkatan harga pasar saham perusahaan-perusahaan gopublic. BAPEPAM-LK menuntut perusahaan yang terdaftar di pasar modal untuk menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit. Pentingnya publikasi laporan keuangan auditan sebagai informasi yang sangat bermanfaat bagi para pelaku bisnis di Pasar Modal, jarak waktu penyelesaian audit laporan keuangan yang ikut mempengaruhi manfaat informasi laporan keuangan auditan yang dipublikasikan serta faktor-faktor yang mempengaruhi Keterlambatan audit menjadi objek yang signifikan untuk diteliti lebih lanjut.

Faktor-Faktor Keterlambatan Audit

Menurut Ashton et al (1987:279) dalam Malinda Dwi Apriliane (2015:18) faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan audit bisa disebabkan dari faktor internal perusahaan dan faktor eksternal perusahaan. Faktor-faktor yang berasal dari internal perusahaan yang mempengaruhi keterlambatan audit yaitu: total pendapatan, tipe industri, kompleksitas laporan keuangan, kompleksitas data elektronik, laba dilihat dari total aset, umur perusahaan, pos-pos luar biasa, laba, kompleksitas operasi perusahaan dan ukuran perusahaan.Sedangkan faktor yang berasal dari eksternal perusahaan yang mempengaruhi keterlambatan audit yaitu opini audit, reputasi auditor, dan kualitas auditor.

Indikator Keterlambatan Audit
Keterlambatan waktu penyelesaian laporan keuangan audit yang disampaikan oleh auditor kepada perusahaan dapat mempengaruhi kualitas informasi dari laporan tersebut karena panjangnya waktu tunda audit menunjukkan bahwa kualitas dari laporan keuangan audit tersebut buruk. Kerelevansian suatu laporan keuangan audit dapat diperoleh apabila laporan keuangan audit tersebut dapat diselesaikan secara tepat waktu pada saat dibutuhkan.

Menurut Carmelia Putri dalam Malinda (2015:16) membagi kriteria keterlambatan atau lag menjadi tiga, yaitu:
 
  1. Preliminary lag. Adalah interval antara berakhirnya tahun fiskal sampai dengan tanggal diterimanya laporan keuangan pendahulu oleh pasar modal.
  2. Auditor’s signature lag. Adalah interval antara berakhirnya tahun fiskal sampai tanggal yang tercantum di dalam laporan auditor. Dari definisi tersebut Auditor’s signature lag merupakan salah satu nama lain dari keterlambatan audit.
  3. Total lag. Adalah interval antara berakhirnya tahun fiskal sampai dengan tanggal diterimanya laporan keuangan tahunan publikasi oleh pasar modal.

Dalam penelitian ini penulis menggunakanperhitungan dengan menggunakan kriteria Auditor’s Report Lag, yang dapat dihitung dengan rumus:
"Keterlambatan audit = Tangga llaporan auditor – Tanggal laporan keuangan"

 Sumber :
  • Ahmad Raja Adzrin dan Kamarudin Khairul A. (2003). Audit Delay and The Timeliness of Corporate Reporting: Malaysian Evidence.
  • Ankarath, Nandakuma, dkk. (2012). “Memahami IFRS standar pelaporan keuangan internasional”. Jakarta: PT. Indeks.
  • Husein Umar. (2011). Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: Rajawali Pers. Ikatan Akuntan Indonesia. (2010).”Adopsi IAS 41 dalam Rangkaian Konvergensi IFRS di Indonesia”. Jakarta.
  • Irham Fahmi, 2012. Analisis Laporan Keuangan,Penerbit Alfabet, Bandung.
  • Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
  • Jogiyanto Hartono. (2010). Teori Portofolio dan Analisis Investasi Edisi ke tujuh. Yogyakarta: BPFE. Kartika,
  • Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV Alfabeta
  • Suharsimi Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

 

Sistem Informasi
Apa Itu sistem?
Secara sederhana, pengertian sistem adalah sekelompok elemen yang saling berhubungan atau berinteraksi sehingga membentuk suatu kesatuan (integrasi) dengan maksud untuk mencapai tujuan yang sama. Konsep sistem yang berkaitan dengan bidang sistem informasi menurut pendapat Rahmadi (2010:41) adalah sekelompok elemen yang saling berhubungan, bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama dengan menerima input serta menghasilkan output dalam proses transformasi yang teratur.

Pengertian tersebut sejalan dengan pendapat Kadir (2003:58) dalamNingsih (2011:36) yang menyatakan bahwa sistem adalah sekumpulan elemen yang saling terkait atau terpadu yang dimaksudakan untuk mencapai satu tujuan. Sebagai gambaran, jika dalam mencapai tujuan sebuah sistem terdapat elemen yang tidak memberikan manfaat dalam mencapai tujuan yang sama, maka elemen tersebut dapat dipastikan bukanlah bagian dari sistem.

Sistem adalah sekelompok bagian-bagian (alat dan sebagainya) yang bekerja bersama-sama untuk melakukan suatu maksud. Suatu sistem terbentuk dari jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau menyelesaikan suatu sasaran tertentu (Fadilah Siska dkk, 2009:1). Berdasarkan pendapat tersebut menyatakan bahwa sistem terbentuk dari bagian-bagian yang merupakan alat yang bekerja secara bersama-sama untuk melakukan kegiatan bersama-sama.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat dapat disimpulkan bahwa sistem adalah suatu elemen atau komponen-komponen yang bekerja bersama-sama (berintegrasi) untuk mencapai tujuan dan maksud yang sama. Komponen tersebut terorganisir dan memiliki mekanisme sesuai fungsinya masing-masing dalam menempati perannya dalam sebuah sistem.

Klasifikasi Sistem
Menurut Martius (2010:30) sistem dapat diklasifikasikan dari beberapa sudut pandang diantaranya adalah sebagai berikut.
 
Model Umum Sistem (Martius, 2010:30)
  1. Sistem abstrak (abstract system) dan sistem fisik (physical system). Sistem abstrak adalah sistem yang berupa pemikiran atau ide-ide yang tidak tampak secara fisik. Sedangkan yang dimaksud dengan sistem fisik adalah sistem yang ada secara fisik.
  2. Sistem alamiah (natural system) dan sistem buatan manusia (human made system). Sistem alamiah adalah sistem yang terjadi melalui proses alam, tidak dibuat manusia. Sedangkan sistem buatan manusia adalah sistem yang dirancang oleh manusia.
  3. Sistem tertentu (deterministic system) dan sistem tak tentu (probabilistic system). Sistem tertentu beroperasi dengan tingkah yang sudah dapat diperiksa. Sistem tak tentu adalah sistem yang kondisi masa depannya tidak dapat diprediksi karena mengandung unsur probabilitas.
  4. Sistem tertutup (closed system) dan sistem terbuka (open system). Sistem tertutup merupakan sistem yang tidak berhubungan dan tidak terpengaruh dengan lingkungan luarnya. Sistem ini bekerja secara otomatis tanpa adanya turut campur tangan dari pihak luarnya. Sedangkan sistem terbuka adalah sistem yang berhubungan dan terpengaruh dengan lingkungan luarnya.
  5. Suatu sistem dapat terdiri dari sistem-sistem bagian (subsistem). Masing-masing subsistem dapat terdiri dari subsistem-subsistem yang lebih kecil lagi atau dapat terdiri dari komponen-komponen. Subsistem-subsistem saling berinteraksi dan saling berhubungan membentuk satu kesatuan sehingga tujuan dan sasaran sistem tersebut akan tercapai.

Model umum suatu sistem terdiri dari atas masukan (input), pengolahan (process) dan keluaran (output).

Karakteristik Sistem
Karakteristik sistem menurut Jogiyanto (2005) dalam Martius (2010) yaitu terdiri dari komponen-komponen (components), batas sistem (boundary), lingkungan luar sistem (environments), penghubung (interface), masukan (input), keluaran (output), pengolah (process), dan sasaran (objectives) atau tujuan (goal). Berikut ini adalah penjelasan masing-masing karakteristik sistem tersebut:

1. Komponen Sistem (Components).
Suatu sistem terdiri dari sejumlah komponen yang saling berinteraksi, yang artinya saling bekerja sama membentuk satu kesatuan. Komponen-komponen sistem atau elemen-elemen sistem dapat berupa suatu subsistem atau bagian-bagian dari sistem. Setiap subsistem mempunyai sifat-sifat dari sistem untuk menjalankan suatu fungsi tertentu dan mempengaruhi proses sistem secara keseluruhan.

2. Batas Sistem (Boundary).
Daerah yang membatasi suatu sistem dengan sistem yang lainnya atau dengan lingkungan luarnya. Batas sistem ini memungkinkan suatu sistem dipandang sebagai satu kesatuan. Batas suatu sistem menunjukan ruang lingkup (scope) dari sistem tersebut.

3. Lingkungan Luar Sistem (Environments).
Segala sesuatu yang berada di luar sistem yang mempengaruhi sistem. Lingkungan luar sistem dapat bersifat menguntungkan sistem atau merugikan sistem.

4. Penghubung Sistem (Interface).
Merupakan media penghubung antara satu subsistem yang lainnya. Penghubung inilah yang menyebabkan beberapa subsistem berintegrasi dan membentuk suatu kesatuan. Melalui penghubung ini memungkinkan sumber-sumber daya mengalir dari subsistem ke susbsistem yang lainnya. Keluaran (output) dari suatu subsistem akan menjadi masukan (input) untuk subsistem yang lainnya melalui penghubung.

5. Masukan Sistem (Input)
Sesuatu yang dimasukan ke dalam sistem yang berasal dari lingkungan. Masukan dapat berupa masukan perawatan (maintenance input) dan masukan sinyal.

6. Keluaran Sistem (Output)
Hasil dari proses pengolahan sistem yang berasal dari lingkungan yang diolah dan diklasifikasikan dari keluaran yang berguna.

7. Pengolah Sistem (Process)
Bagian dari sistem yang mengubah masukan (input) menjadi keluaran (output).

8. Sasaran Sistem (Objective) atau Tujuan (Goal).
Sesuatu yang menyebabkan mengapa sistem itu dibuat atau ada. Suatu sistem dikatakan berhasil bila mengenai sasaran atau tujuannya.

Pengertian Informasi
Telah diketahui bahwa informasi merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan dalam pengambilan keputusan sehari-hari. Beberapa ahli mendefinisikan informasi sebagai berikut: 

Menurut Agus Mulyanto (2009:12) informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerimanya, sedangkan data merupakan sumber informasi yang menggambarkan suatu kejadian yang nyata. Menurut Jogiyanto (2009:8) informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerimanya. 

Secara etimologi, informasi berasal dari bahasa Perancis kuno informacion (tahun 1387) yang diambil dari bahasa Latin informationem yang berarti “garis besar, konsep, ide”. Informasi Juga dapat diartikan sebagai data yang telah diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerimanya.

Sedangkan menurut Sutarman (2009:14), informasi adalah sekumpulan fakta (data) yang diorganisasikan dengan cara tertentu sehingga mereka mempunyai arti bagi si penerima. Informasi adalah data yang telah diolah menjadi bentuk yang memiliki arti bagi si penerima dan bermanfaat bagi pengambilan keputusan saat ini atau mendatang.

Berdasarkan pendapat para ahli yang dikemukakan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa informasi adalah data yang sudah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi pengguna, yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan saat ini atau mendukung sumber informasi.

Pengertian Sistem Informasi
Sistem informasi merupakan komponen yang saling bekerja sama untuk mengumpulkan, mengolah, menyimpan dan menyebarkan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan, koordinasi, pengendalian, analisis masalah dan visualisasi dalam sebuah organisasi(Laudon, 2010:60). Secara rinci bahwa sistem informasi merupakan kombinasi teratur dari orang-orang, hardware, software, jaringan komunikasi dan sumber daya yang mengumpulkan, mengubah, dan menyebarkan informasi dalam sebuah organisasi (Marakas, 2008:40).

Suatu sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk melakukan suatu sasaran tertentu. Komponen-komponen atau sub sistem dalam suatu sistem tidak dapat berdiri lepas sendiri-sendiri. komponen atau sub sistem saling berinteraksi dan saling berhubungan dan membentuk suatu kesatuan sehingga tujuan atau sasaran sistem tersebut dapat tercapai.

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sistem informasi adalah kombinasi seperangkat komponen yang terdiri dari manusia, hardware, software, jaringan telekomunikasi dan data yang saling bekerja sama untuk mengumpulkan, mengolah, menyimpan, dan menyebarkan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan, pengendalian, analisis masalah dan visualisasi dalam organisasi.

Sumber Pustaka :
  • A.S. Rosa dan Shalahudin  M, 2011. Rekayasa Perangkat Lunak. Modula. Bandung.
  • Jogiyanto, HM. 2001. Analisis dan Desain Sistem Informasi, Penerbit Andi Offset. Yogyakarta.
  • Kadir, Abdul. 2003. Pengenalan Sistem Informasi. Penerbit Graha Ilmu, Jakarta.
  • Usman Efendi dkk, 2015. Implementasi Metode Rational Unified Proses (RUP) Pada Mobile Digital Library. Universitas Bina Dharma. Palembang.

Metode Waterfall(Pressman, Roger S. 2002)
Perancangan sistem merupakan tahap awal yang harus dilakukan sebelum seseorang membuat atau membangun sebuah perangkat lunak. Perancangan sistem biasanya digunakan oleh pengembangan (developer) atau pribadi terkait dengan rencana membuat sebuah perangkat lunak untuk kepentingan komersial. Selain untuk kepentingan-kepentingan komersial berlaku juga untuk kepentingan pendidikan. Biasanya metode pengembangan sistem sangat ramah digunakan oleh mahasiswa fakultas komputer  tingkat akhir yang sedang menyusun skripsi.
Aspek terpenting dalam membangun sebuah sistem adalah merancang terlebih dahulu  apa yang akan dilakukan. Keuntungan perancangan semacam ini adalh mendokumentasikan pemikiran si pembuat sehingga arahan pengembangan dapat berjalan dengan baik. Keuntungan lainnya adalah bahwa perancangan tersusun secara sistematis sehingga mempermudah dalam pengembangan yang akan dilakukan di masa datang. Perancangan sistem bukan hanya sebuah tulisan-tulisan dokumentasi namun juga sebagai acuan standar yang harus diimplementasikan.
Sebuah sistem yang dibangun tanpa dilakukan perancangan sistem terlebih dahulu akan jauh berbeda dengan sistem yang terencana semacam ini. Kegiatan perancangan sistem sangat bermanfaat bagi perusahaan-perusahaan untuk memahami karakteristik aplikasinya apabila akan dijual, atau pendalaman terhadap aplikasi bagi mahasiswa yang sedang mempelajari bagaimana sistematika tertulis secara logis program yang sedang dibangun sehingga cepat dapat diserap.
Salah satu metode pengembangan sistem paling mudah dan paling sering digunakan adalah metode waterfall. Lebih lengkap mengenai penjelasan metode tersebut alangkah baiknya kita simak secara keseluruhan pada tulisan berikut ini. 


Apa itu metode Waterfall?
Metode yang sering digunakan dalam penelitian adalah metode waterfall, karena metode ini merupakan metode yang paling sesuai dengan pengembangan sistem informasi sesuai dengan bentuk sistematisnya yang terstruktur. Metode waterfall adalah suatu proses pengembangan perangkat lunak berurutan, dimana kemajuan dipandang sebagai terus mengalir kebawah (seperti air terjun) melewati fase-fase perencanaan, pemodelan, implementasi (konstruksi), dan pengujian. 


6 Tahapam model waterfall
Pressman memecah model ini menjadi 6 (enam) tahapan meskipun secara garis besar sama dengan tahapan-tahapan model waterfall pada umumnya.
Berikut tahapan metode waterfall yang dilakukan pada pengembangan perangkat lunak :
 

1. System Information and Engineering Modeling
Pada tahap ini penulis mencari kebutuhan dari keseluruhan sistem yang akan di aplikasikan ke dalam software. Kebutuhan tersebut diperoleh melalui proses obesrvasi dan wawancara, kepada narasumber yang terkait serta melalui proses studi kepustakaan.


2. Software Requirements Analysis
Setelah mencari kebutuhan yang ada di sistem secara lengkap kemudian di analisis yang selanjutnya akan diintensifkan dan difokuskan pada pembuatan software dan selanjutnya merancang interface.


3. Design
Pada tahap desain, kebutuhan yang telah dianalisis diubah menjadi representasi kedalam bentuk blueprint dari sistem yang akan dibangun, dengan mendesain perancangan mulai dari Flowmap, Context Diagram, Data Flow Diagram (DFD), Entity Relationship Diagram (ERD) dan sebagainya.


4. Coding
Melakukan tahap pembuatan kode program sistem informasi penjualan yang akan dibangun sesuai dengan hasil desain ke dalam kode atau bahasa yang dimengerti oleh mesin komputer dengan menggunakan bahasa pemrograman PHP framework dan MYSQL.


5. Testing/Verification
Melakukan pengujian kebenaran logika dan fungsionalistis terhadap sistem yang dibangun untuk mengetahui apakah sistem yang dibuat telah sesuai dengan desainnya dan masih terdapat kesalahan atau tidak, serta disinilah akan diketahui kekurangan-kekurangan dari sistem informasi yang dibangun.


6. Maintenance
Perangkat lunak yang telah dibuat dan dikirim ke user tidak menutup kemungkinan mengalami perubahan. Perubahan bisa terjadi karena adanya kesalahan yang muncul dan tidak terdeteksi saat pengujian atau perangkat lunak harus beradaptasi dengan lingkungan baru. Oleh karena itu pada tahapan ini melakukan pemeliharaan perangkat lunak yang mengalami perubahan agar dapat berjalan dan sesuai dengan yang dirancang.
 
Sumber Pustaka:
  • Agus Mulyanto, 2009. Sistem Informasi Konsep dan Aplikasi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
  • Bin Ladjamudin, Al ¬Bahra. 2005, Analisis dan  Desain Sistem Informasi, Graha Ilmu, Yogyakarta.
  • Davis, B., G. 1992. Sistem Informasi Manajemen Bagian 1. Jakarta: Pustaka Binaman Presinddo.
  • Febrian Jack. 2005. Kamus Komputer dan Teknologi Informasi. Bandung: Penerbit Informatika, Bandung.
  • Laudon, 2010. Management Information Syistem: Managing The Digital Firm. Prentic Hall. New Jersey.
  • McLeod, Raymond &Schell, P, 2001. Management Information Syistem. Pearson Education. New Jersey.
  • Jogiyanto. 2001. Analisis dan perancangan system. Andi Offset. Yogyakarta.
  • Jogiyanto, HM. 2005. Analisis  dan Desain  Sistem Informasi, ANDI Offset, Yogyakarta.
  • Kadir, Abdul, 2003, Pengenalan Sistem Informasi, Yogyakarta 
  • O’Brien, James A. 2004. Management Information System: Managing Information Technology is Bussiness Enterprise. New Jarsey: Mc Graw-Hill Irwin.
  • Pressman, Roger S, Ph,D.  (2002), Rekayasa Perangkat  Lunak, ANDI Offset, Yogyakarta.
  • S, Rosa, Shalahuddin, M. (2013). Rekayasa Perangkat Lunak. Penerbit Informatika Bandung, Bandung.
  • Simarmata Janner. 2010. Rekayasa Perangkat Lunak. Yogyakarta: Penerbit ANDI Yogyakarta.
  • Sutarman, 2009. Pengantar Teknologi Informasi. Bumi Aksara. Jakarta.

Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam pembelajaran dikelas maupun tutorial. Menurut Suharsaputra (2010: 5) model  pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran  hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan belajar, yang dirancang    berdasarkan proses  analisis yang diarahkan pada implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di depan kelas.  

Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa model-model pembelajaran merupakan kerangka konseptual sedangkan strategi lebih menekankan pada penerapannya di kelas sehingga model-model pembelajaran dapat digunakan sebagai acuan pada kegiatan perancangan kegiatan yang sistematik dalam mengkomunikasikan isi pelajaran kepada siswa.

Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Learning Cell  membentuk pada suatu bentuk  belajar  kooperatif  dalam  bentuk  berpasangan,  di  mana  siswa  bertanya  dan  menjawab pertanyaan secara bergantian berdasarkan materi bacaan yang sama. (Istarani, 2012:228).

Tugas kerja sama berkenaan dengan suatu hal yang menyebabkan anggota kelompok kerja sama dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. Sedangkan struktur insentif  kerja sama merupakan sesuatu hal yang membangkitkan motivasi siswa untuk melakukan kerja sama dalam rangka mencapai tujuan kelompok tersebut. Pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Kegiatan pembelajaran kooperatif intinya adanya suatu kerjasama yang menciptakan interaksi antar anggota kelompok yang mampu mengasah kemampuan berpikir siswa dengan menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan, yang nantinya dapat dijadikan dasar bertindak dan bersikap dalam kehidupan bermasyarakat.

Sintaks Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang dapat menimbulkan terjadinya interaksi diantara siswa itu sendiri. Manfaatnya siswa akan lebih mudah menentukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila siswa mendiskusikan perbandingan dengan siswa lainnya. Dalam interaksi tersebut terjadi ketergantungan satu sama lain, saling membantu, dan saling memberi semangat untuk menjadi yang lebih baik.


 (Sumber: Suprijono; 2009)

Model the learning cell dikembangkan oleh Goldschmid (1971) dari swiss federal intitute of teknology di lausanneThe learning  cell  menunjuk  pada  suatu  bentuk belajar  kooperatif  dalam  bentuk berpasangan , dimana peserta didik bertanya dan menjawab pertanyaan secara bergantian berdasar pada materi bacaan yang sama. Model pembelajaran kooperatif tipe the learning cell merupakan cara praktis untuk mengadakan pengajaran sesama siswa di kelas. Model pembelajaran ini juga memungkinkan guru untuk memberi tambahan bila dirasa perlu oleh siswa. Menurut Suprijono dalam Evia, dkk (2011: 53) model pembelajaran the learning cell merupakan strategi alternatif untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi baik secara individu maupun kelompok. Salah satu kemampuan yang harus dikuasai siswa adalah dalam hal menemukan gagasan utama.

Model pembelajaran the learning cell merupakan bentuk pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan konstruktivistik. Sementara pembelajaran kooperatif merupakan model alternatif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model ini berupaya meningkatkan kemampuan siswa dalam bekerja sama, berargumentasi, dan meningkatkan prestasi akademik. Di samping itu, the learning cell dapat membantu siswa memahami materi pelajaran yang sulit dan pada saat bersamaan sangat berguna untuk menumbuhkan kemauan membantu teman dan membagi ilmu pengetahuan.

Dalam  proses  pembelajaran,  jika  guru  menjadi  satu-satunya sumber belajar bagi siswa, maka seorang guru akan menjadi sumber informasi yang  penting.  Karena  terdesak  waktu  untuk  mengajar  dan  pencapaian kurikulum,  maka  guru  akan  mencari  jalan  pintas  yang mudah  yakni  dengan menginformasikan  fakta  dengan  menggunakan  model  ceramah  semata. Akibatnya siswa akan memiliki banyak pengetahuan, akan tetapi tidak terlatih untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.

Agar seorang guru tidak menjadi satu-satunya sumber belajar bagi siswa, maka  seorang  guru  dituntut  untuk  memiliki  pengetahuan  tentang  berbagai model pengajaran. Hal ini dimaksudkan agar guru dapat menyesuaikan model yang dipakai dalam proses pembelajaran dengan bahan pengajaran atau pokok bahasan.  Siswa yang memiliki motivasi belajar akan semakin termotivasi bila dilibatkan dalam kerja kelompok dan berpasangan. Tugas yang berat dikerjakan seorang diri akan menjadi mudah bila dikerjakan bersama. Keuntungan lainnya dari belajar bersama yaitu siswa yang belum mengerti penjelasan guru akan menjadi mengerti melalui penjelasan dan diskusi mereka dalam kelompok berpasangan.


Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif the learning cell

Langkah-langkah model pembelajaran the learning cell yang pertama adalah persiapan; siswa diberi tugas membaca suatu bacaan kemudian menulis pertanyaan yang berhubungan dengan masalah pokok yang muncul dari bacaan atau materi terkait lainnya. Kemudian pada awal pertemuan, siswa ditunjuk untuk berpasangan dengan mencari kawan yang disenangi. Siswa A memulai dengan membacakan pertanyaan pertama dan dijawab oleh siswa B. Setelah mendapatkan jawaban dan mungkin telah dilakukan koreksi atau diberi tambahan informasi, giliran siswa B mengajukan pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa A. Jika siswa A selesai mengajukan satu pertanyaan kemudian dijawab oleh siswa B, ganti B yang bertanya, dan begitu seterusnya. Selama berlangsung tanya jawab, guru bergerak dari pasangan ke pasangan yang lain sambil memberi masukan atau penjelasan dengan bertanya atau menjawab pertanyaan ( Istarani, 2012: 228).

Zaini, dkk dalam Evia (2011) juga mengutarakan 5 langkah model pembelajaran kooperatif tipe the learning cell yang sama seperti di atas. Namun, menurut Zaini, dkk model pembelajaran the learning cell ini dapat dimodifikasi dalam bentuk lain. Salah satu bentuk variasi lain dari model ini adalah setiap siswa membaca atau mempersiapkan materi yang berbeda. Dalam contoh seperti ini, siswa A “mengajar” siswa B pokok-pokok dari yang siswa A baca kemudian meminta siswa B untuk bertanya kemudian siswa A dan B berganti peran dan begitu seterusnya.


Tujuan  penggunaan model  kooperatif tipe the  learning  cell

Tujuan  dari  penggunaan model  kooperatif tipe the  learning  cell  itu  sendiri  adalah  untuk menciptakan  suasana  belajar  yang  mendorong  siswanya aktif  dalam  proses belajar.  Keaktifan  ini  dapat  dicapai melalui  ketergantungan  model yang digunakan. Perkembangan  ilmu  pengetahuan  dan  teknologi  dalam  segala  bidang yang terjadi pada saat ini sudah semakin pesat. Dengan perkembangan tersebut maka akan menuntut perubahan cara mengajar atau model yang digunakan oleh seorang  guru  dalam  mengajar.  Upaya  mencerdaskan  kehidupan  bangsa  dan mengembangkan  kualitas  manusia  seutuhnya,  adalah  misi  pendidikan  yang menjadi  tanggung  jawab  profesional  setiap  guru.  Guru  tidak  mungkin  lagi hanya mengajarkan fakta dan konsep kepada siswa. Jika hal ini tetap dipaksakan maka  tujuan  pendidikan  tidak  dapat  tercapai  secara  sempurna,  karena sasaran dan tujuan pendidikan tidak hanya pada segi kognitif saja, akantetapi juga pada segi afektif juga psikomotor siswa.


Sumber Pustaka :

  • Haryanto. (2012). Sains Jilid 4 untuk kelas IV. Jakarta: Erlangga,
  • Cross,  D., Taasoobshirazi,G.Hendricks,S.,&  Hickey,  D.,  (2008)  Argumenation:  A  Strategy for  Improving  Achievement  and  Revealing  Scientific  Identities,  International  Journal  of Science Education, 30 (6):837-861
  • Duschl, R., & Osborne, J. (2002). “Supporting and Promoting Argumenation Discourse”. Studies in Science Education, 38, 39–72.
  • Erduran, S., & Maria, Pj., (2008) Argumentation in Science Education. London: Spinger Science.
  • Erduran, S., Simon, S. & Osborne, J. (2004). TAPing into argumenation: Developments in the application of Toulmin's Argumen Pattern for studying science discourse. Science Education 88(6), 915-933.
  • Evia, dkk. (2011). Studi Perbandingan Hasil Belajar Matematika Siswa Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe The Learning Cell dan Tipe Artikulasi Di Kelas VII SMPN 7 MA. Jambi. Jurnal Edumatica : Vol. 01 No. 02, Oktober 2011
  • Heruman, (2007) Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar.  Bandung: Remaja Rosdakarya.
  • Istarani . (2012). Model Pembelajaran Inovatif. Medan: Media Persada
  • Jiménez-Aleixandre, M. & Erduran, S. (2008). Argumenation in Science Education: An overview. In S. Erduran and M. Jiménez-Aleixandre (Eds). Argumenation in Science Education: Perspectives from Classroom-Based Research, 3-27. Springer.
  • Jimenez-Aleixandre, M. P., Rodriguez, A. B. & Duschl, A.R. (2000). “Doing the Lesson” or “Doing Science”: Argumen in High School Genetics. Science Education 84(6), 757-792.
  • Jonathan, Osborne. (2012). Peranan Argumen dalam Pendidikan Sains. Universitof London, Inggris
  • Mukhafifah, Rita. 2011. Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Melalui Metode Team Quiz Dan Learning Cell Ditinjau Dari Aktivitas Belajar Siswa. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta
  • Pratama, Mutiara “pencemaran lingkungan ”, 2013. Dari putrihttp://muti-mpp.blogspot.com/2013/05/pelajaran-biologi-sma-kelas-x-tentang.htm
  • Riduwan.Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan, dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.2009
  • Robbins, P. Steven dan Timothy A. Judge. 2008. Organizational Behavior. New Jersey.
  • Sagala,Syaiful,(2005), Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung: Alfabeta
  • Sampson, V. & Clark, D, (2008). Assessment of the Ways Students Generate Argumens in Science Education: Current Perspectives and Recommendations for Future Directions. Science Education 92(3), 447-472.


Sumber Ilustrasi: www.atavacations.com

Secara etimologis kata bimbingan merupakan terjemahan dari ”Guidance” berasal dari kata kerja ”to guide” yang mempunyai arti menunjukkan, membimbing, menuntun, ataupun membantu. Sesuai dengan istilahnya, maka secara umum bimbingan dapat diartikan sebagai suatu bantuan atau tuntunan (Hellen, 2003:3). Namun meskipun demikian, tidak berarti semua bentuk bantuan atau tuntunan adalah bimbingan.
Definisi bimbingan yang pertama dikemukakan dalam Year’s Book of Education 1955, yang menyatakan: Guidance is a process of helping individual through their own effort to discover and develop their potentialities both for personal happiness and social usefulness.
Bimbingan adalah suatu proses membantu individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial (Hellen, 2002:3). Bimbingan merupakan pemberian bantuan oleh seseorang kepada orang lain dalam menentukan pilihan, penyesuaian, dan pemecahan masalah (Hellen, 2002:3).
Para ahli memiliki pengertian yang beragam untuk memahami pengertian bimbingan, namun peneliti hanya mengambil beberapa diantaranya,. Surya (2002;6) mengemukakan definisi bimbingan sebagai berikut:
“Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri dan perwujudan diri dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan.”
Miller (1961) dalam Surya (2002), menyatakan bahwa bimbingan merupakan proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimal kepada sekolah (dalam hal ini termasuk madrasah), keluarga dan masyarakat.
Sementara Rohman Natawidjaja (2008:37) mengartikan bimbingan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat dan kehidupan pada umumnya.
Adapun pengertian konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal dalam bidang pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kemampuan belajar, dan perencanaan karir melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Rogers (1942) mengemukakan pengertian konseling adalah serangkaian hubungan langsung dengan individu yang bertujuan untuk membantu dia dalam merubah sikap dan tingkahlakunya.
Bimbingan dan konseling adalah proses pemberian bantuan yang terarah, kontinyu dan sistematis kepada setiap siswa agar dapat mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal dengan cara menginternalisasikan kemandirian dalam pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri dan perwujudan diri dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan.
Dengan demikian bimbingan konseling mempunyai pengertian sebagai suatu bantuan yang diberikan oleh seorang pembimbing kepada orang lain (klien) dengan harapan klien tersebut dapat memecahkan masalahnya dan dapat memahami dirinya dan mengarahkan dirinya sesuasi dengan kemampuan dan potensinya sehingga mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Dari uraian di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa bimbingan dan konseling sangat perlu diberikan kepada siswa agar tercapainya kemandirian dalam pemahaman diri serta dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal sesuai dengan bakat dan kemampuannya, dan untuk membantu peserta didik agar mampu mencegah dan menghindarkan diri dari berbagai permasalahan yang dapat menghambat perkembangan dirinya serta mengatasi masalah yang dialaminya.

Tujuan Bimbingan Konseling
Tujuan bimbingan dapat dibedakan atas tujuan sementara dan tujuan akhir. Tujuan sementara adalah: supaya orang bersikap dan bertindak sendiri dalam situasi hidupnya sekarang ini, misalnya melanjutkan atau memutuskan hubungan percintaan, mengambil sikap dalam pergaulan, mendaftarkan diri pada fakultas perguruan tinggi tertentu. Tujuan akhir ialah: supaya orang mampu mengatur kehidupannya sendiri, mengambil sikap sendiri, mempunyai pandangan sendiri dan menanggung sendiri konsekuensi atau resiko dari tindakan-tindakannya. Diharapkan supaya orang yang dibimbing sekarang ini akan berkembang lanjut, sehingga semakin memiliki kemampuan berdiri sendiri (Winkel, 1987:17).
Adapun menurut Paimun tujuan umum dari bimbingan dan konseling yaitu mempunyai tujuan yang sama dengan tujuan pendidikan, yaitu tercapainya perkembangan kepribadian yang optimal dan harmonis diantara unsur-unsurnya yang meliputi fisik, mental, emosional, sosial, dan moral, bahkan spiritual (religius). Apabila kepribadian telah berkembang secara optimal dan harmonis maka peserta didik dapat dikatakan telah dewasa. Tujuan pendidikan adalah kedewasaan, sedangkan tujuan bimbingan adalah kemandirian. Dalam ilmu pendidikan orang dewasa adalah orang yang sudah mampu mandiri. Orang yang sudah mandiri adalah orang yang sudah mampu bertanggung jawab (Paimun, 2008:20).

Jenis-Jenis Layanan Dalam Bimbingan Konseling
Adapun jenis-jenis layanan bimbingan dan konseling dalam meningkatkan motivasi belajar siswa yang akan penulis sampaikan yaitu mencakup beberapa hal sebagai berikut:

a.    Layanan Orientasi
Layanan orientasi yaitu layanan bimbingan yang dilakukan untuk memperkenalkan siswa baru dan atau seseorang terhadap lingkungan yang baru dimasukinya.33 Adapun pelayanan yang dapat diberikan antara lain orientasi kehidupan di sekolah yang lebih tinggi, misalnya kehidupan di sekolah menengah (struktur sekolah, peraturanperaturan sekolah, kewajiban-kewajiban siswa, mata-mata pelajaran, penjurusan di SMA). Apabila siswa telah dikenalkan dengan pilihan sekolah lanjutan maka siswa dapat mengetahui mana yang lebih cocok dan mana yang tidak cocok dengan dirinya, kemudian dengan pilihan sekolah lanjutan yang cocok dengan bakat dan minatnya maka akan dapat menimbulkan motivasi.
Pelayanan ini sangat bermanfaat karena siswa memperoleh pengalaman-pengalaman praktis sebelum mereka terjun ke lapangan kerja atau masyarakat yang sebenarnya. Mereka yang telah melakukan orientasi biasanyan tidak canggung lagi menghadapi situasi yang sebenarnya yang akan mereka alami dan tidak belajar terlalu banyak dalam situasi baru yang mereka masuki, karena dalam orientasi mereka sudah belajar melakukan adjustment.

b.    Layanan Informasi
Layanan informasi yaitu layanan yang membantu peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi seperti informasi belajar, sosial, karir atau jabatan, dan pendidikan lanjutan. Layanan ini bertujuan agar para siswa mengetahui cara-cara belajar yang efektif, jenis-jenis sekolah untuk melanjutkan pendidikan, jenis-jenis jabatan/pekerjaan yang ada dalam masyarakat, serta jenis-jenis organisasi atau lembaga-lembaga yang ada dalam masyarakat untuk selanjutnya bagi mereka yang berpotensi, berbakat dan berminat dapat merencanakan untuk memasukinya apabila telah selesai menempuh pendidikan yang sekarang sedang berlangsung. Manfaat pelayanan informasi sangat besar, terutama karena pelayanan tersebut dapat mendorong motivasi untuk melanjutkan pelajaran, menambah kemampuan dan keterampilan serta memilih pekerjaan yang sesuai dengan cita-citanya, membantu menyalurkan bakat dan cita-cita siswa, menunjang keberhasilan belajar, membantu merencanakan dalam memilih pekerjaan yang sesuai dengan bakat, latar belakang pendidikan dan kepribadiannya.

c.    Layanan Penempatan dan Penyaluran.
Layanan penempatan dan penyaluran yaitu layanan yang membantu peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan atau program studi, program latihan, magang, dan kegiatan ekstrakurikuler.36 Layanan ini bertujuan agar peserta didik dapat mengembangkan segenap bakat, minat dan segenap potensi lainnya. Manfaat pelayanan penempatan dan penyaluran adalah membantu siswa agar dapat berhasil dalam belajar, dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, dapat mengembangkan potensi dan bakat siswa serta menunjang tercapainya cita-cita. Siswa yang memperoleh pelayanan penempatan dan penyaluran yang tepat memungkinkan dia meningkatkan motivasinya untuk belajar agar dapat meneruskan pendidikannya dengan sukses dan dapat menduduki jabatan (pekerjaan) secara professional yang akan mengantarkannya kepada kesejahteraan dalam pekerjaannya.

d.    Layanan Penguasaan Konten
Layanan penguasaan konten yaitu layanan yang membantu peserta didik menguasai konten tertentu, terutama kompetensi dan atau kebiasaan yang berguna dalam kehidupan di sekolah atau madrasah, keluarga dan masyarakat. Layanan ini memungkinan peserta didik mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik dalam penguasaan kompetensi yang cocok dengan kecepatan dan kemampuan dirinya serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya, dengan tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik.

e.    Layanan Konseling Perorangan
Layanan konseling perorangan yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam mengentaskan masalah pribadinya. Layanan ini memungkinan peserta didik mendapatkan layanan langsung tatap muka (secara perorangan) untuk mengentaskan permasalahan yang dihadapinya dan yang menghambat perkembangan dirinya. Tujuan layanan konseling perorangan adalah agar peserta didik dapat mengentaskan masalah yang dihadapinya. Pelayanan konseling merupakan pelayanan dan sekaligus merupakan teknik bimbingan dan konseling. Pelayanan konseling perorangan biasanya diberikan kepada siswa yang memiliki permasalahan pribadi. Jadi apabila permasalahan telah diatasi, maka siswa dapat meningkatkan motivasi belajarnya sesuai dengan arahan yang diberikan oleh guru bimbingan dan konseling selama proses konselimg berlangsung.

f.     Layanan Bimbingan Kelompok.
Layanan bimbingan kelompok yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial, kegiatan belajar, karir atau jabatan, dan pengambilan keputusan, serta melakukan kegiatan tertentu melalui dinamika kelompok. Layanan ini bertujuan agar peserta didik dapat memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topik) tertentu untuk menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, serta untuk pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui dinamika kelompok. Kegiatan kelompok merupakan teknik yang baik dalam bimbingan, karena kelompok memberikan kesempatan kepada individu untuk berpartisipasi dengan sebaik-baiknya. Banyak kegiatan tertentu yang lebih berhasil jika dilakukan dalam kelompok. Untuk mengembangkan bakat-bakat dan menyalurkan dorongan-dorongan dapat dilakukan melalui kegaiatan kelompok. Dengan kegiatan ini setiap anak mendapat kesempatan untuk meyumbangkan pikirannya, juga dapat mengembangkan rasa tanggung jawab. Dengan adanya rasa tanggung jawab maka dapat menimbulkan semangat dan motivasi dalam belajar.

g.    Layanan Konseling Kelompok
Layanan konseling kelompok yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pembahasan dan pengentasan masalah pribadi melalui dinamika kelompok. Layanan ini memungkinkan peserta didik (masing-masing anggota kelompok) memperoleh kesempatan untuk pengentasan masalah pribadi melalui dinamika kelompok misalnya memberikan layanan konseling kepada sekelompok siswa yang tawuran, menggunakan narkoba, dan sebagainya. Apabila masalah tersebut telah teratasi dan siswa menyadari bahwa perlunya untuk meninggalkan masalah tersebut maka timbul motivasi untuk belajar lebih giat.

h.    Layanan Konsultasi.
Layanan konsultasi yaitu layanan yang membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik. Bagi siswa yang mengalami masalah belajar bisa konsultasi dengan guru BK, misalnya kesulitan dalam mengingat pelajaran, kesulitan cara membagi waktu belajar, kesulitan dalam menyusun jadwal kegiatan belajar. Dengan adanya layanan konsultasi ini memungkinkan siswa diberikan motivasi atau solusi yang benar sehingga dapat mengurangi masalah yang dialami para siswa.

Sumber Pustaka:
Hallen, 2002. Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Ciputat Pers.
Surya, Moh. 1975. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Guidance &  Counseling), Bandung: C.V ilmu.
Paimun. 2008. Bimbingan dan Konseling Sari Perkuliahan, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Rohman, 2008. Psikologi Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam, Jakarta: Kencana.
Winkel, W.S. 1987, Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah, Jakarta: PT Gramedia.