Showing posts with label Rumah Sakit. Show all posts
Showing posts with label Rumah Sakit. Show all posts


Manajemen Pelayanan RS
Pengelolaan pelayanan pada rumah sakit tentunya akan berbeda dengan sistem manajemen pelayanan yang diterapkan oleh fasilitas kesehatan lainnya. Aspek pembeda antara rumah sakit dengan fasilitas kesehatan lainnya tersebut adalah dari jenis pelayanan yang diberikan, aspek pembiayaan, pemasaran, etika dan hukum serta aspek administrasi. Begitu juga dengan pemahaman dan konsep dasar dari pelayanan itu sendiri akan berbeda. Dalam manajemen pelayanan rumah sakit kita akan lebih banyak dihadapkan dari satuan ukuran pelayanan. Menurut Depkes RI (2003) menyatakan bahwa kualitas layanan adalah tingkat di mana perawatan pasien mencapai hasil yang diharapkan dan meminimalkan faktor yang tidak diinginkan. Berdsarkan dari penyataan itu kemudian kita kembangkan mengenai kualitas pelayanan dimana kualitas pelayanan kesehatan adalah kesesuaian antara pelayanan kesehatan yang diberikan dengan standar ketentuan penggunaan yang menunjukan kepuasan pasien yang menerimanya.
Menurut Institute of Medicine menyatakan definisi manajemen pelayanan tersebut yaitu suatu langkah ke arah peningkatan pelayanan kesehatan baik untuk individu maupun untuk populasi sesuai dengan keluaran (Outcome) kesehatan yang diharapkan dan sesuai dengan pengetahuan profesional terkini. Berdasarkan definisi ini mengarahkan kita pada suatu usaha-usaha yang dapat dilakukan oleh manajemen dalam rangka penyesuaian hasil pelayanan terhadap target yang diinginkan. Memang pada dasarnya satuan ukuran kualitas pelayanan di rumah sakit memiliki banyak indikator yang saling berkaitan satu sama lain sehingga sebagai pengelola tidak hanya fokus pada satu aspek saja.
Manajemen pelayanan rumah sakit setidaknya harus memiliki beberapa aspek diantaranya adalah pelayanan medis (Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Rawat Darurat, Instalasi Rawat Inap), pelayanan Penunjang Medis(laboratorium, radiologi, rehabilitasi, farmasi dan gizi) serta pelayanan penunjang umum (logistik, pemeliharaan, Keuangan dan IT). Berdasarkan pernyataan tersebut maka jelas sekali bahwa manajemen pelayanan rumah sakit memiliki tujuan unutk mengelola berbagai kepentingan pelayanan dalam rangka peningkatan mutu. Karena kita akan membahas lebih mendalam mengenai manajemen mutu atau mutu klinis (Clinical governance) maka kita bahas terlebih dahulu apa itu manajemen mutu klinis.
Manajemen klinis adalah suatu sistem dalam tatanan manajemen yang dikembangkan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan rumah sakit yang salah satu elemennya adalah audit klnis (Gemala Hatta, 2017). Manajemen klinis yang diterapkan setiap rumah sakit akan berbeda disesuaikan dengan karakter pengelola yang terlibat di dalamnya. Terutama dalam hal pelayanan selalu mempertimbangkan kesan kepuasan akan hasil yang diperoleh dari jasa medis yang telah diterima. Audit medis itu sendiri merupakan pendorong bagi tenaga medis untuk meninjau ulang rekam medis pasien pada saat memberikan pelayanan medis yang lebih baik.

Konesep Manajemen Pelayanan

Manajemen adalah proses pengelolaan yang terdiri dari kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian yang digunakan baik untuk ilmu pengetahuan maupun bidang keahlian profesi secara berurutan dengan tujuan untuk mencapai target yang ditetapkan sebelumnya. Pendapatan ahli yang menyatakan mengenai konsep manajemen ini salah satunya adalah Stanely Vance dimana tulisannya dikutip dalam Ibnu Syamsi (1994) menyatakan bahwa manajemen adalah suatu proses pengambilan keputusan dalam suatu pengelolaan perusahaan dan pengendalian terhadap berbagai kegiatan yang dilakukan untuk mencapai target yang telah ditentukan sebelumnya.
Pendapat lainnya menurut Shafritz dan Russel (1997) mengungkapkan bahwa manajemen berkenaan dengan orang yang bertanggung jawab dalam menjalankan organisasi, serta proses menjalankan organisasi tersebut dengan mengunakan sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen adalah proses pencapaian tujuan organisasi dengan tidak mengesampingkan penggunaan sumber daya yang dimiliki.
Kualitas merupakan suatu kondisi atau kadar yang sangat dinamis dan tidak mudah didefinisikan yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang telah memenuhi atau melebihi harapan. Kualitas adalah ukuran yang menunjukan segala sesuatu mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan apabila diimplementasikan pada bisnis. Kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan atau kelebihan suatu produk barang atau jasa, baik nilai secara langsung maupun nilai atraktif (tidak langsung) yang memenuhi keinginan dan kebutuhan pelanggan sebagai konsumen sehingga memberikan kepuasan atas penggunaan produk atau jasa tersebut. Menurut pendapat Yamit Yulian (2005) menyatakan bahwa kualitas dapat tercapai secara konsisten dan terus menerus dengan cara memperbaiki pelayanan yang diberikan kepada konsumen. Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa Konsep kualitas dalam total quality management adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (Tjiptono Fandy, 2002).
Pelayanan adalah suatu proses yang dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas dan kegiatan pemberi pelayanan secara langsung. Pelayanan merupakan entitas tidak baku yang dilakukan pada proses bisnis yang menggunakan jasa sebagai produknya. Pelayanan adalah suatu rangkaian kegiatan yang tidak terlihat yang terjadi sebagai latar belakang adanya interaksi antara konsumen dengan pemberi pelayanan berupa petugas pelayanan, karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi layanan tersebut dengan maksud untuk memecahkan permasalahan konsumen/pelanggan (Ratminto, 2006).

Faktor-faktor yang Mendukung Pelayanan Rumah Sakit

Manajemen pelayanan berperan penting dalam pengelolaan rumah sakit, dimana pelayanan tersebut merupakan salah satu instrumen terdepan dalam menarik minat masyarakat dalam menentukan pilihannya. Setelah kita memahami konsep fundamental dari definisi masing-masing kata pada manajemen pelayanan rumah sakit maka kita juga harus dapat memahami apa saja faktor-faktor yang dapat mendorong kualitas pelayanan tersebut. Secara sederhana faktor-faktor yang mendorong kualitas pelayanan tersebut diantaranya adalah:
  1. Faktor kesadaran dari petugas yang secara langsung berinteraksi dengan pasien rumah sakit juga memberikan pelayanan. Kesadaran para petugas tersebut akan sangat mendukung terjadinya pelayanan yang berkualitas tinggi. Bagi manajemen rumah sakit sudah seharusnya memperhatikan aspek ini karena keberadaan petugas dan tenaga kesehatan yang memiliki kesadaran kepedulian terhadap pelayanan tidak bisa digantikan oleh apapun.
  2. Faktor aturan dan regulasi yang mengatur petugas dalam melakukan pekerjaan pelayanan. Dengan adanya peraturan yang berlaku dapat mendrong peningkatan pelayanan rumah sakit secara signifikan. Hal ini berguna untuk melindungi pasien dari pelayanan yang kurang baik dari petugas rumah sakit itu sendiri. Selain itu dengan adanya regulasi dari pihak manajemen rumah sakit akan meningkatkan kewenangan-kewenangan apa saja yang dimiliki secara jelas kepada petugas.
  3. Faktor organisasi sebagai pihak manajemen yang merancang sistem pelayanan rumah sakit dari mulai awal hingga akhir. Semakin baik kualitas organisasi manajeerial suatu rumah sakit maka akan mampu menciptakan sistem pelayanan yang efektif dan efisien. Sistem yang baik tersebut mampu mencerminkan tujuan pelayanan sebagai target yang ingin dicapai.
  4. Faktor kesehatan finansial rumah sakit atau kualitas keuangan rumah sakit yang baik sehingga mampu menyediakan sarana-prasarana pelayanan yang memadai. Menurut saya pendapatan bukan satu hal utama dalam penentuan kualitas kesehatan pengelolaan keuangan. Karena dalam hal manajerial akan selalu berlandaskan pengelolaan keuangan yang sehat yang mana selalu seimbang antara harga biaya yag dikeluarkan dengan hasil yang diperoleh.
  5. Faktor kemampuan dan keterampilan petugas dalam berkomunikasi dan memahami bagaimana memberikan pelayanan yang baik. Mutu pelayanan yang baik dari tenaga kesehatan bukan hanya dilihat dari hasil akhir, namun proses pun menjadi penilaian utama atas pelayanan kesehatan tersebut. Hal ini adalah penentu akan kualitas pelayanan rumah sakit yang diberikan. Manajemen harus mampu mengarahkan petugas pada pengembangan kemampuan dan keterampilan pelayanan.

Kualitas Pelayanan Kesehatan

Kualitas pelayanan kesehatan tidak bisa dipandang sebagai sesuatu yang diukur seperti barang atau jasa pada umumnya. Kualitas pelayanan kesehatan memiliki ciri yang esklusif dimana melihat suatu proses pelayanan dari sebelum pelayanan itu diberikan bahkan hingga setelah pelayanan itu selesai. Walaupun demikian untuk mempermudah manajemen rumah sakit untuk melakukan pengukuran guna evaluasi yang bermanfaat untuk menentukan arah kebijakan strategis maka pada umumnya menggunakan standar kualitas jasa untuk melakukannya.

Setiap hubungan komunikasi yang terjadi antara petugas rumah sakit dan pasien merupakan gambaran mengenai suatu moment of truth, yaitu suatu peluang memuaskan atau tidak memuaskan atas jasa kesehatan kepada. Pada dasarnya kualitas jasa kesehan tersebut berfokus pada upaya pemenuhan kebutuhan kesehatan dan asa pelanggan serta ketepatan. Untuk mengukur kualitas pelayanan kesehatan dapat dilakukan dengan mengetahui kualitas jasa berdasarkan asumsi dari penerima pelayanan itu sendiri, yang dalam hal ini adalah pasien rumah sakit. Menurut pendapat Zeithmal, Berry dan Parasuraman (1985) terdapat lima karakteristik yang digunakan para pelanggan dalam mengevaluasi kualitas jasa yang diterimanya, diantaranya yaitu :
  1. Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik yang tersedia, perlengkapan, pegawai atau petugas Kesehatan yang memberikan layanan kesehatan, dan sarana komunikasi. Kehandalan (reliability), yakni kemampuan petugas dalam memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan cepat, tepat waktu dan memuaskan.
  2. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para petugas, staf dan jajaran pegawai rumah sakit untuk membantu para pasien dan memberikan pelayanan Kesehatan dengan respon baik serta tanggap.
  3. Jaminan (assurance), meliputii kemampuan, skill, etika, kesopanan, dan sifat yang dapat dipercaya yang dimiliki para petugas Kesehatan, juga bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan.
  4. Empati, meliputi kemudahan akses dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan positif, serta memahami kebutuhan yang diinginkan oleh pasien.

Sedangkan metode yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan yang dirasakan oleh pasien pada setiap kunjungan, menurut Kotler (1994) dapat dilakukan beberapa metode sebagai berikut: 
  1. Sistem pengaduan. Menurut Kotler sistem pengaduan yang baik dapat memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan apa yang dirasakan sehingga membantu pihak rumah sakit memperoleh saran, keluhan, dan bentuk ketidakpastian lainnya yang harus diperbaiki. Setiap saran dan kritikan yang masuk harus menjadi perhatian setiap organisasi pemberi pelayanan yang dalam hal ini adalah rumah sakit. Sebab saran tersebut dapat menjadi dasar bagi pihak manajemen untuk perbaikan kedepan.
  2. Survey pelanggan. Survey pelanggan merupakan cara yang umum digunakan dalam mengukur kepuasan pasien, metode ini dapat dilakukan dengan cara melakukan wawancara secara langsung atau dapat juga dilakukan melalui surat. Panel pelanggan. Panel pelanggan yaiut metode yang dilakukan untuk mengukur kepuasan pasien rumah sakit dengan cara melakukan diskusi antar petugas pelayanan kesehatan dengan pasien. Dengan cara ini akan diketahui kekurangan yang ada dari manajemen secara organisasional pemberi pelayanan sehingga kedepan dapat diperbaiki.

Sumber Pustaka

  • A. Zeithaml, V. Parasuraman, A. and L. Berry L. 1985. Problems and Strategies in Services Marketing. Jurnal of Marketing Vol. 49. (Spring).
  • Depkes RI. 2003. Manajemen Puskesmas. Jakarta: Depkes RI 
  • Hatta, Gemala. 2017. Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan. Jakarta : Universitas Indonesia Prees. 
  • Kotler, Philip. 1993. Dasar-dasar Pemasaran.Edisi keenam. Jakarta : Intermedia. 
  • Ratminto. 2006. ManajemenPelayanan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 
  • Santoso, Singgih dan Fandy Tjiptono. 2002. Riset Pemasaran: Konsep dan Aplikasi SPSS. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. 
  • Shafritz, Jay M. & E.W. Russell, (1997), Introducing Public Administration. USA : Longman. 
  • Syamsi, Ibnu. 1994. Pokok-Pokok Organisasi dan Manajemen. Rineka Cipta, Jakarta.

Manajemen Sumber Daya Manusia

Rumah Sakit adalah suatu lembaga atau perusahaan yang bergerak dibidang jasa pelayanan kesehatan yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta. Pertumbuhan rumah sakit sangat pesat baik itu dari sisi finansial maupun infrastruktur, hal ini mencerminkan bahwa di masa depan Rumah Sakit masih berpotensial besar memberikan keuntungan bagi semua pihak (Pengusaha, Masyarakat dan pemerintah). Walaupun demikian tantangan kedepannya kita tidak dapat memprediksi dengan mudah apa yang akan terjadi, sehingga pihak manajemen harus tetap menjaga prinsip manajerial berbasis strategi untuk dapat menghadapi tantangan tersebut. 

Salah satu aspek yang tidak kalah penting dan harus mendapatkan perhatian dalam manajemen rumah sakit adalah komponen persaingan. Tidak dapat kita pungkiri bahwa fasilias kesehatan untuk regional 1 (wilayah DKI, Jabar, Jateng, DIY, Jatim dan Banten) semakin bertambah setiap tahunnya, artinya untuk wilayah tersebut terdapat pertumbuhan jumlah rumah sakit baru yang dapat memfasilitasi masyarakat dengan perbandingan yang lebih longgar dibandingkan satu dekade sebelumnya. Menurut data yang dirilis Persi (2017) mempublikasikan data pertumbuhan rumah sakit meningkat sebesar 5,2% setiap tahun. Sedangkan lebih spesifik, rumah sakit swasta memiliki pertumbuhan lebih besar (7%) dibandingkan rumah sakit pemerintah. Namun sayangnnya, hingga Artikel ini ditulis menunjukan pertumbuhan jumlah rumah sakit tersebut tidak disertai dengan kualitas pemerataan pelayanan. Masih banyak wilayah regional 1 yang melakukan sentralisasi, dimana rumah sakit berkerumun dalam pusat kota sehingga masyarakat desa tetap merasa kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak.

Dalam bidang kesehatan, persaingan tidak hanya terjadi antar rumah sakit, tetapi juga antar bidan, dokter dan pelayanan kesehatan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah fasilitas kesehatan meningkat seiring dengan kebutuhan akan kesehatan di masyarakat itu sendiri. Untuk memenuhi persyaratan ini membutuhkan manajemen rumah sakit dari perspektif manajemen dan operasi. Baik faktor lingkungan eksternal maupun internal memiliki dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan dan perkembangan layanan kesehatan tersebut. Lingkungan eksternal menghadirkan peluang dan tantangan bagi layanan kesehatan kota. Sedangkan lingkungan internal merupakan lingkungan yang memberikan kekuatan dan kelemahan bagi manajemen. Analisis lingkungan trsebut didefinisikan dalam visi, misi dan rencana strategis perusahaan untuk mencapai tujuannya. 


Kinerja Sumber Daya Manusia Menjadi Komoditas Persaingan 

Sumber daya manusia merupakan asset penting bagi rumah sakit dalam melaksanakan semua kebijakan dan operasional, walaupun sebetulnya terdapat asset lain seperti permodalan, metode, fasilitas, visi, misi, dan infrastruktur pendukung untuk mencapai tujuan bisnis. Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan sumber daya manusia pada suatu manajemen rumah sakit dalam mencapai tugas, tugas, wewenang dan tanggung jawab tersebut maka perlu diketahui kinerja SDM yang bersangkiutan secara objektif.

Menurut pendapat Mangkunegara (2017) mengatakan bahwa kinerja (Performance of Job) adalah kualitas dan kuantitas pekerjaan yang dilakukan oleh seorang karyawan saat melaksanakan suatu pekerjaan sesuai dengan kewajiban tertentu. Pada saat yang sama, menurut Wibowo (2017) menyatakan bahwa "Kinerja memiliki arti yang lebih luas tidak hanya sebagai hasil dari suatu operasi, tetapi juga dalam pengoperasian suatu proses". Selanjutnya Armstrong & Baron (2003) menyatakan bahwa menurut kinerja adalah hasil kerja menuju sasaran strategis, kepuasan pelanggan dan dukungan finansial.

Maksud dari pembahasan ini adalah bahwa dalam tingkatan hubungan antar rumah sakit baik di dalam regional maupun antar regional sekalipun selalu disertai dengan persaingan dalam hal penyerapan Sumber Daya Manusia (SDM). Terutama untuk tenaga profesional kesehatan yang dalam hal ini memiliki sifat esklusif yang terkadang jumlahnya sangat terbatas. Sifat esklusif itu sendiri merupakan implikasi dari informasi kebutuhan pelayanan kesehatan serta pengaturan tata penugasan tenaga kesehatan yang tidak merata.

Semakin tinggi tingkat kinerja seseorang dalam kiprahnya berkarir di suatu rumah sakit maka akan semakin tinggi pula daya tarik rumah sakit lain untuk memperkerjakannya sebagai suatu asset berharga. Hal ini juga tidak lepas dari seberapa jauh hubungan baik antara karyawan dengan rumah sakit yang bisa dibangun. Terkadang kita akan menemukan beberapa loyalitas karyawan terhadap perusahaan bukan karena tingkat upah yang tinggi namun juga mempertimbangkan kenyamanan kerja dan hubungan baik dengan manajemen.

Kinerja karyawan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja perusahaan (Wibowo, 2017). Kinerja merupakan fungsi dari karakteristik individu, organisasi dan lingkungan, sehingga model perbandingan kinerja adalah = f (Individu, organisasi, dan lingkungan). Peristiwa yang terkait dengan kinerja individu atau karyawan muncul dari aktivitas yang harus dilakukan secara akurat, teliti dan tepat waktu. Hal tersebut merupakan tanggung jawab karyawan untuk melakukan beberapa tugas dan tanggung jawab selama jangka waktu kerja yang ditentukan. Rumah sakit adalah lingkaran di mana karyawan dan tenaga kesehatan dapat melaksanakan instruksi pemimpin. Manajer rumah sakit berperan penting dalam memotivasi karyawan dan tenaga kesehatan tersebut agar bekerja sesuai dengan proses kerja yang jelas dan terstandardisasi. Mereka juga membutuhkan peran kepemimpinan supervisor untuk meningkatkan kinerja. Sementara itu, lingkungan kerja memiliki dampak yang tidak pasti terhadap karyawan dan tenaga kesehatan, terutama yang berkaitan dengan risiko kerja, terutama risiko kesehatan dan keselamatan kerja.

Peningkatan pelayanan  membutuhkan  sumberdaya  yang sangat besar,  baik sumberdaya manusia  maupun sumberdaya penunjang lainnya. Sumber Daya Manusia (SDM) yang bekerja di rumah sakit terdiri dari multidisiplin ilmu dengan tingkat kompetensi dan kemampuan yang berbeda.  SDM tersebut mempunyai  satu tujuan yaitu  memberikan hasil kerja yang baik untuk memenuhi pelayanan kesehatan yang paripurna.  Profesionalisme dalam melayani pasien menjadi prioritas pertama yang harus dilakuakn oleh seluruh karyawan rumah sakit.   SDM sangat rentan terhadap factor-faktor negative kinerja, seperti kurangnya pengawasan dari atasan, efisiensi yang rendah, kepatuhan pada prosedur kerja yang rendah bahkan motivasi kerja yang menurun.  Permasalahan tersebut dapat menurunkan  kinerja karyawan yang berdampak pada rendahnya mutu pelayan.

 

Keselamatan Kerja Sebagai Indikator Utama SDM Rumah Sakit

Resiko bekerja di rumah sakit dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal berhubungan dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap karyawan, sedangkan faktor eksternal berhubungan dengan paparan bahan kimia, biologi dan lingkungan kerja. Kedua faktor tersebut mengancam kesehatan dan keselamatan kerja karyawan dan tenaga Kesehatan rumah sakit. Menurut penelitian yang dilakukan Rivai dkk (2009), kesehatan dan keselamatan kerja mengacu pada kondisi kerja fisik dan mental yang timbul dalam lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan. Banyak faktor seperti kesehatan dan keselamatan yang mempengaruhi kinerja karyawan perusahaan. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) adalah semua fungsi yang dirancang untuk menjamin keselamatan dan kesehatan staf rumah sakit, pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan lingkungan rumah sakit, serta untuk mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Resiko kerja di fasilitas kesehatan termasuk dalam bidang kerja dengan resiko tinggi. Mayoritas berpendapat bahwa resiko paling besar yang sedang dihadapi semua awak pekerja di rumah sakit adalah terpapar penyakit. Namun saat ini, kajian terhadap keselamatan kerja semakin berkembang dan ditemukan berbagai resiko lain yang tidak kalah membahayakan. 

Menurut laporan National Safety Council (NCS) (2011), kecelakaan kerja di rumah sakit adalah sebesar 41% lebih tinggi dibandingkan di sektor lain. Kasus umum yang sering sekali terjadi termasuk tertusuk, keseleo, sakit punggung, goresan / luka, luka bakar, infeksi dan lainnya. Berdasarkan penelitian Wibowo (2017) membuktikan bahwa kesehatan dan keselamatan kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan itu sendiri.

Beban kerja karyawan di rumah sakit meliputi beban kerja yang bersifat fisik dan beban kerja yang bersifat mental. Beban kerja bersifat fisik misalnya aktivitas tenaga Kesehatan perawat mengangkat pasien, membantu memandikan pasien, membantu pasien pada saat ingin ke kamar mandi, mendorong peralatan kesehatan yang sudah digunakan ke tempat penyimpanan, merapikan tempat tidur pasien dan lain-lain. Beban kerja yang bersifat mental dapat berupa kesabaran menghadapi pasien, kemampuan komunikasi dengan baik, bekerja dengan shift atau bergiliran, bekerja dengan keampuan spesifik pada saat merawat dan beribcara dengan pasien, serta rasa memiliki tanggung jawab terhadap kesembuhan dan harus menjalin komunikasi dengan pasien.

Motivasi kerja merupakan naluri dorongan yang terjadi terhadap serangkaian proses pada manusia dalam pencapaian tujuan yang ingin didapat. Sedangkan unsur-unsur yang terkandung di dalam motivasi itu sendiri meliputi naluri membangkitkan, memimpin, mengarahkan, menjaga, menunjukan intensitas, secara terus-menerus atau konsisten dan adanya tujuan yang ingin dicapai. Motivasi dapat dipastikan berpengaruh terhadap kinerja karyawan, walaupun bukan satu-satunya faktor yang membentuk kinerja itu sendiri. Masukan terhadap seseorang individu dan konteks pekerjaan yang dilakukan merupakan dua faktor kunci yang memengaruhi motivasi seorang karyawan dalam fasilitas Kesehatan Rumah sakit. Semua pekerja di rumah sakit hamper sepenuhnya mempunyai kemampuan, pengetahuan kerja, disposisi dan sifat, emosi, suasana hati, keyakinan, dan nilai-nilai pada pekerjaan. Konteks pekerjaan mencangkup lingkungan fisik yang dilakukan, penyelesaian tugas yang menjadi kewajiban, pendekatan organisasi pada rekognisi dan penghargaan, kecukupan dukungan pengawasan dan coaching, serta budaya organisasi yang berlaku pada saat itu (Wibowo,2017). Dengan demikian risiko kerja dan beban kerja yang menjadi masukan individu dan konteks pekerjaan menjadi salah satu factor penting yang harus mendapatkan  motivasi kerja agar dapat mencapai  kinerja karyawan yang baik.


Sumber Pustaka

  • Amstrong & Baron. 2003.  A Handbook Of Human Resource Management Practice. Kogan Page. London.
  • Anwar Prabu Mangkunegara. 2017. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Remaja Rosdakarya. Bandung.
    National Safety Council, 2011. Injury Facts, 2011 Edition. Itasca, IL: Author
  • Persi. 2017. Jumlah Rumah Sakit Indonesia (RS) Publik. https://persi.or.id/jumlah-rs-di-indonesia-pertumbuhan-rs-publik.
  • Rivai, Veithzal & Sagala. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta
  • Wibowo. 2017. Manajemen Kinerja. Edisi Kelima. Depok. PT. Raja Grapindo Persada.